Senin, 23 April 2012

Buku Telepon Pertama Hanya Selembar Kertas

Buku telepon tiap tahun bertambah tebal. Ini seiring dengan terus bertambahnya pelanggan fixed phone atau telepon rumah, walau pertumbuhannya mulai pelan. Pertumbuhan pengguna telepon seluler memang berlangsung sangat drastis dan menjadi saingan serius bagi pasar telepon rumah.

Untuk mengantisipasi jumlah pelanggan yang makin banyak, buku telepon juga sudah dipecah-pecah. Buku telepon yang diedarkan untuk pelanggan di kota tertentu bakal berbeda isinya dengan buku telepon yang dibagikan kepada pelanggan di kota lain. Jika semua pelanggan di satu negara digabungkan dalam satu buku, bakal tidak terbayang betapa tebalnya buku itu.

Ditambah lagi, saat ini buku telepon juga menjadi salah satu media promosi yang dianggap efektif. Lembaran yang khusus untuk jadi ajang promosi dalam buku telepon dibuat beda warna dengan lembaran direktori pelanggan telepon nonkomersial. Lembaran promosi itu diwarnai kuning, sehingga dikenal dengan istilah Yellow Pages.

Sebelum berubah menjadi sangat tebal, buku telepon sejatinya dimulai dari selembar kertas berukuran lebar 14 centimeter (cm) dan panjang 21 cm. Dalam situs .roscommonhistory.ie dituliskan bahwa buku telepon pertama terbit tanggal 21 Februari 1878 di New Heaven, Connecticut, Amerika Serikat (AS). Buku telepon pertama ini hanya berisi direktori 50 pelanggan telepon.

Barulah di akhir tahun tersebut, buku telepon tidak lagi terbit dalam selembar kertas. Tidak dijelaskan jumlah persisnya, tapi saat itu buku telepon sudah mulai dilengkapi dengan beberapa halaman iklan. Dari sinilah asal mula Yellow Pages mulai muncul. Di tahun ini pula, San Francisco juga memiliki buku telepon untuk para pelanggan di wilayah tersebut.

Seiring dengan terus bertambah luasnya jaringan telepon, buku telepon pun ikut merambah wilayah yang lain. Reuben H Donnelley pada tahun 1886 menerbitkan buku telepon yang halaman promosinya diberi warna berbeda, yakni warna kuning di Chicago. Buku telepon inilah yang untuk pertama kalinya disebut sebagai Yellow Pages.

Di tahun 1906, Donnelley terus mengembangkan buku telepon dengan halaman promosi yang terklasifikasi dengan baik. Sukses di Chicago, Donnelley mencoba peruntungan di wilayah lain. Pada tahun itu dia menerbitkan buku telepon di bawah bendera Michigan State Telepon Co untuk para pelanggan telepon di Detroit.

Tidak hanya di Amerika, perkembangan buku telepon juga terjadi Inggris. Negara ini untuk pertama kalinya membuat buku telepon pada 15 Januari 1880. Buku ini berisi nomor telepon 250 pelanggan di wilayah London. Barulah pada tahun 1896, buku telepon di Inggris berubah menjadi sangat tebal, yakni 1350 halaman dan berisi daftar nomor telepon milik 81 ribu pelanggan.

Saat terjadi peperangan, buku telepon sempat tidak terbit karena terbatasnya persediaan kertas. Tapi begitu perang berakhir, buku telepon kembali hadir ke tangan pelanggan. Bahkan, saat ini pengadaan buku telepon menjadi bisnis tersendiri yang membawa keuntungan besar.

Harga Desain Gedung Putih Cuma 500 Dolar AS

Gedung Putih bukanlah nama asli bangunan yang kini menjadi kantor presiden Amerika Serikat (AS) itu. Nama tersebut baru secara resmi diakui pada awal tahun 1900-an. Bangunan yang berdiri di atas tanah seluas 7,2 hektare itu aslinya bernama Executive Mansion. Bangunan ini berfungsi sebagai Istana Presiden AS (President’s Palace).

Bangunan ini menjadi salah satu gedung yang paling bergengsi di dunia. Banyak tokoh dunia dan pemimpin berbagai negara datang ke bangunan ini untuk bertemu Presiden AS. Banyak pula keputusan penting yang mempengaruhi dunia lahir di gedung ini. Gedung Putih berada di 1600 Pennsylvania Avenue NW, Washington DC.

Sejarah pembangunan gedung ini dimulai sejak tahun 1792 saat presiden George Washington menduduki tampuk kekuasaan. Saat itu, pemerintah Amerika punya keinginan untuk membuat bangunan istana kepresidenan. Maka dibuatlah sayembara untuk membuat desain bangunan tersebut dan terbuka bagi publik.

Banyak peserta yang kemudian mengirimkan gambar desain bangunannya kepada panitia sayembara. Salah satu peserta yang juga ikut mengirimkan gambar desainnya adalah Thomas Jefferson, dengan memakai nama samara AZ. Jefferson tidak menang dalam sayembara ini, tapi kemudian menang dalam pemilihan Presiden AS. Dia menjadi presiden ketiga AS yang berkuasa pada periode 1801-1809.

Situs history.com menuliskan bahwa juara dari sayembara ini adalah seorang warga AS keturunan Irlandia bernama James Hoban. Sehari-hari James bekerja sebagai arsitek bangunan. Dari gambar inilah bangunan yang lantas lebih dikenal dengan nama Gedung Putih dibuat.

Atas kemenangannnya ini James mendapatkan hadiah yang nilainya tidak begitu prestisius untuk ukuran saat ini. Dia mendapatkan uang senilai 500 dolar AS untuk memenangkan lomba gambar bagi bangunan yang sangat bergengsi ini. Tapi, boleh jadi, angka tersebut merupakan angka yang sangat besar di masa itu.

Proses pembangunan pun di mulai setelah gambar desainnya ditentukan. Peletakan batu pertamanya dilakukan pada 13 Oktober 1792. Struktur bangunan terdiri dari tiga lantai dan memiliki lebih dari 100 ruangan. Para buruh, termasuk budak, bekerja sama dengan para tukang bangunan dari Eidenburgh, Scotlandia.

Pada tahun 1800 seluruh bangunan kantor pemerintahan feedal dipindahkan dari Philadelphia ke Washington. Saar itu, bangunan Gedung Putih belum sepenuhnya beres. Pada tanggal 1 November 1797, presiden kedua Amerika, John Adams sudah terlebih dulu menempati Gedung Putih.

Nama Gedung Putih sendiri sebenarnya sudah mulai disebut orang tidak lama setelah bangunan ini mulai ditempati. Bukan karena warna bangunannya yang melahirkan nama ini, melainkan batu kerikil berwana putih yang banyak terlihat di sekitar bangunan. Namun saat itu, nama Gedung Putih belum diakui sebagai nama resmi. Nama ini resmi diakui negara setelah Presiden Theodore Roosevelt (1901–1909) mulai menggunakannya pada tahun 1902.

Sekitar 13 tahun setelah ditempati, bangunan ini mengalami kerusakan parah. Akibat peperangan, pada tahun 1812, Gedung Putih terbakar oleh serangan tentara Inggris. Presiden Amerika saat itu, James Madison (1809-1817) terpaksa mengungsi ke suatu tempat di dekat Octagon-House Washington. Bangunan darurat yang ditempati James itu adalah milik pengusaha ladang ternama di Virginia, John Tayloe.

Setelah perang berakhir, Gedung Putih direkonstruksi. Hingga tahun 1817, rekonstruksi yang dipimpin oleh James Hoban ini belum sepenuhnya beres. Barulah pada tahun 1820, bangunan ini sudah tuntas dengan beberapa penambahan. Hingga saat ini, Gedung Putih masih berdiri kokoh sebagai simbol kekuasaan dan demokrasi Amerika.

Dari waktu ke waktu para presiden Amerika yang menempati bangunan ini pun terus menyempurnakan desain interiornya. Gedung Putih saat ini menjadi bangunan pemerintahan federal Amerika tertua di Washington.

Evolusi Rambu Stop Dari Tahun 1915

Tanda stop termasuk salah satu rambu lalu lintas yang keberadaannya kerap diabaikan. Rambu ini banyak terlihat di perlintasan kereta api juga halte pemberhentian angkutan umum. Sebaliknya, simbol dilarang stop yang berupa huruf S dicoret juga bernasib sama. Rambu ini banyak diabaikan pengguna jalan.

Terlepas dari itu, rambu stop telah memiliki sejarah cukup panjang. Rambu ini, untuk pertama kalinya dipasang di Detroit, Michigan, tahun 1915. Menurut situs myparkingsign.com, rambu stop yang pertama kali dipasang itu berupa papan berlatar warna putih dengan tulisan ‘STOP’ berwarna hitam. Ukuran papannya lebih kecil dibanding rambu stop yang ada saat ini.

Dengan warna yang tidak mencolok dan ukuran papan yang kecil, rambu stop tidak banyak diperhatikan para pengguna jalan saat itu. Pada tahun 1922, American Association of Highway Officials (AASHO) menggelar pertemuan untuk membuat standarisasi rambu stop. Dari pertemuan ini disepakati papan rambu stop dibuat unik, yakni berbentuk segi delapan (oktagonal).

Setelah diganti dengan bentuk oktagonal, para pengemudi mulai memperhatikan rambu tersebut, meski belum maksimal. Karena itulah pada tahun 1924 digelar National Conference on Street and Highway Safety (NCSHS). Konferensi ini menyepakati warna baru rambu stop. Warna dasar papan yang semula putih, diubah menjadi kuning. Di Amerika, warna ini bertahan hingga tahun 1954.

Lewat tahun itu, warna rambu berubah lagi. Warna dasar yang semula kuning, diubah menjadi warna merah. Sedangkan tulisan STOP-nya berwarna putih. Sepanjang tahun 1935 hingga tahun 1971 terjadi sedikitnya delapan kali perubahan bentuk dan warna rambu stop.

Kata ‘stop’ sendiri sudah banyak digunakan di negara-negara yang bahasa tuturnya bukan bahasa Inggris. Selain itu, bentuk papan oktagonal juga banyak diadopsi oleh negara lain. Di Cina, Kanada, Brazil, Mexico, Turki, Korea Utara, papan rambu stop dibuat persegi enam. Beberapa negara seperti Portugal, Spanyol, Argentina, Ekuador, juga beberapa negara lain menerjemahkan kata stop ke dalam bahasa setempat.

Di Indonesia, rambu tersebut tetap menggunakan kata stop. Padahal sebenarnya, Kamus Besar Bahasa Indonesia menuliskan kata stop dengan ‘setop’.